![]() |
| Foto : Para siswa MTsN 16 Jombang bersama ECOTON saat melakukan penelitian kandungan mikroplastik dalam air hujan. (Kevin Nizar) |
TEMBELANG – Fenomena pencemaran mikroplastik kini tak lagi terbatas pada laut dan makanan. Temuan terbaru menunjukkan partikel plastik berukuran mikro juga hadir di udara dan turun bersama air hujan. Fakta ini terungkap melalui riset lingkungan yang melibatkan pelajar MTsN 16 Jombang, Kabupaten Jombang, bersama lembaga Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON).
Penelitian yang dilakukan pada Selasa (23/12/2025) di aula MTsN 16 Jombang, Desa Sentul, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang tersebut mengungkap bahwa seluruh sampel air hujan yang dikumpulkan dari beberapa wilayah di Jombang mengandung mikroplastik, meskipun dengan jumlah yang berbeda-beda.
Kepala Laboratorium Mikroplastik ECOTON, Rafika Aprilianti, menjelaskan bahwa pengambilan sampel dilakukan secara ketat untuk menghindari kontaminasi. Air hujan ditampung menggunakan wadah berbahan stainless steel yang ditempatkan di area terbuka tanpa penghalang.
“Air hujan ditampung pada ketinggian sekitar 1,5 meter dan dipastikan tidak bersentuhan dengan objek lain seperti atap atau pepohonan,” jelas Rafika.
Sampel kemudian disaring menggunakan jaring logam berukuran 300 mikron dan dianalisis di laboratorium dengan bantuan mikroskop stereo. Hasilnya, wilayah Genukwatu di Kecamatan Ngoro mencatat jumlah mikroplastik tertinggi, disusul Tambakrejo, Karangmojo, dan Tembelang.
Menurut Rafika, keberadaan mikroplastik di udara erat kaitannya dengan aktivitas manusia. Dua sumber utama yang disoroti adalah pembakaran sampah plastik secara terbuka serta emisi kendaraan bermotor.
“Partikel plastik yang terbakar atau terlepas ke udara dapat terbawa angin dan akhirnya turun bersama hujan,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa mikroplastik berpotensi membahayakan kesehatan manusia. Partikel tersebut dapat memicu iritasi sel dan membawa zat kimia berbahaya, termasuk senyawa pengganggu hormon.
“Jika terus terpapar dalam jangka panjang, risiko gangguan kesehatan serius tidak bisa diabaikan,” tambahnya.
Rafika juga menyoroti masih minimnya regulasi di Indonesia terkait batas aman mikroplastik, berbeda dengan beberapa negara lain yang telah memasukkannya ke dalam standar kualitas air minum.
“Temuan ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah untuk memperkuat riset dan kebijakan pengendalian mikroplastik,” katanya.
Selain aspek kebijakan, ECOTON menekankan pentingnya perubahan perilaku masyarakat, terutama menghentikan praktik pembakaran sampah yang masih marak terjadi meskipun telah dilarang oleh undang-undang.
Upaya sederhana seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, membawa wadah guna ulang, dan mengelola sampah dengan benar dinilai menjadi langkah paling realistis yang dapat dilakukan sehari-hari.
Salah satu peserta penelitian, Ananda Ayu (14), mengaku terkejut dengan hasil temuan tersebut. Siswi kelas IX itu mengatakan penelitian ini membuka wawasannya tentang dampak plastik terhadap lingkungan.
“Saya kira air hujan itu bersih, ternyata bisa membawa mikroplastik. Saya jadi ingin lebih mengurangi plastik dan memberitahu orang di sekitar saya,” ungkapnya.

