![]() |
| Rundown Konser Blackpink di Jakarta 2025, Foto: iMe Indonesia |
Jakarta(3/11) - Pasca konser Blackpink di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, ramai keluhan dari penonton (BLINK) mengenai tarif transportasi online (ojol) yang melonjak drastis, bahkan disebut-sebut mencapai ratusan ribu rupiah. Banyak pengemudi yang mematikan aplikasi dan menawarkan tarif secara manual. Namun, di balik fenomena ini, terdapat realitas dan alasan kompleks dari para pengemudi yang seringkali luput dari perhatian.
Bagi para pengemudi ojol, momen usai konser superstar sekelas Blackpink bukanlah semata-mata "berkah" yang mudah diraup, melainkan sebuah situasi yang membutuhkan strategi untuk bertahan dari sejumlah tantangan berat.
1. Menghadapi Kemacetan Ekstrem dan Hilangnya Waktu Produktif
Area GBK dan sekitarnya dikenal dengan kemacetan parah pasca acara besar. Seorang pengemudi bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menjemput penumpang dan keluar dari kepadatan tersebut. Waktu yang terbuang dalam kemacetan adalah potensi pendapatan yang hilang. Tarif tinggi yang ditawarkan secara manual kerap kali merupakan kompensasi atas waktu dan tenaga ekstra yang harus dikeluarkan, yang tidak sepenuhnya tercover oleh tarif aplikasi biasa, terutama dengan sistem pooling.
2. Tarif Aplikasi Dinilai Tidak Seimbang dengan Kondisi Lapangan
Tarif standar aplikasi dianggap tidak proporsional dengan kondisi chaos, jarak tempuh, dan durasi perjalanan yang membengkak akibat macet. Pengemudi harus mengantre lama, membawa penumpang ke tujuan yang mungkin jauh, dan sulit mendapatkan orderan balik. Beberapa pengemudi memilih "mematik aplikasi" karena merasa mekanisme surge (tarif dinamis) dari aplikasi tidak selalu mampu mengimbangi kesulitan riil yang mereka hadapi malam itu.
3. Strategi "Tembak Harga" sebagai Bentuk Negosiasi
Fenomena "tembak harga" atau tarif negosiasi yang mencapai Rp 200.000 bukanlah tindakan tanpa alasan. Ini adalah bentuk penawaran di pasar bebas sesaat dimana permintaan sangat tinggi, sedangkan suplai kendaraan terbatas. Bagi pengemudi, tarif ini adalah cara untuk memastikan bahwa perjalanan yang mereka lakukan bernilai ekonomis setelah memperhitungkan semua risiko dan ketidaknyamanan yang akan dihadapi.
4. Perspektif Netizen: "Itu Urusan Mereka"
Seperti dikutip dari sejumlah pemberitaan, sebagian netizen memandang fenomena ini sebagai hukum pasar yang wajar. Mereka berpendapat bahwa kesepatatan tarif antara penumpang dan driver adalah urusan keduanya. Jika penumpang setuju, maka transaksi itu sah-sah saja. Pandangan ini, meski kontroversial, menyoroti sisi lain dimana pengemudi dianggap memiliki hak untuk menegosiasikan jasa mereka di saat permintaan melonjak.
Kesimpulan
Lonjakan tarif ojol usai konser Blackpink memang meninggalkan kesan pahit bagi sebagian penonton. Namun, membuka sudut pandang untuk memahami alasan di balik tindakan para pengemudi menunjukkan bahwa ini adalah masalah yang lebih rumit dari sekadar "mencari keuntungan". Ini adalah persoalan daya tawar, kelayakan tarif, dan strategi bertahan hidup di tengah kondisi infrastruktur dan permintaan yang tidak biasa. Insiden ini menyisakan pertanyaan besar tentang bagaimana seharusnya ekosistem transportasi online menanggapi situasi peak demand secara lebih adil bagi kedua belah pihak.

